Guru merupakan salah satu profesi mulia yang sangat penting. Dan penyumbang terbesar bagi kemajuan suatu bangsa. Betapa tidak, profesi yang satu ini tidaklah hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga mendidik dan menempa berbagai karakter manusia untuk mencapai satu tujuan yaitu menjadi manusia yang seutuhnya. Karena kemuliaanya itulah maka tidak mudah menjadi seorang guru. Perlu kekuatan diri (kesabaran, pengendalian diri) selain ilmu yang mumpuni.
Banyak contoh perjuangan seorang guru diantaranya Umar Bakrie dan Bu Muslimah (dalam kisah Laskar Pelangi). Mereka adalah sosok-sosok guru yang memiliki dedikasi tinggi dalam pendidikan. Tidak seberapa memang jika dilihat dengan mata dunia, tetapi loyalitas mereka memberi energi tersendiri bagi anak didik mereka, bahkan secara tidak langsung para pembaca kisah mereka akan merasakan energi itu, yakni energi dari sebuah ketulusan dan keikhlasan yang tidak akan mampu terbayarkan.
Maka tidaklah salah ketika dikatakan bahwa guru merupakan satu amalan yang pahalanya senantiasa mengalir bahkan ketika guru tersebut telah wafat. Sebab ilmu yang disampaikannya selalu digunakan oleh para anak didiknya hingga mereka menjadi seorang yang sukses dengan profesi yang berbeda-beda. Tanpa jasa seorang guru belum tentu kita berada di posisi kita saat ini. Seperti apapun kondisi guru kita, perubahan seperti apapun yang terjadi pada mereka. Mereka tetaplah guru kita yang pernah mengajarkan ilmu dan kebaikan kepada kita. Semoga Allah senantiasa merahmati setiap guru yang selalu tulus dan ikhlas dalam menjalankan profesi mulia ini. Aamiin.
Assalamu'alaykum
Ahlan Wa Sahlan
Selasa, 19 April 2011
Antara Emansipasi dan Fitrah Seorang Wanita
Pada masa sekarang, kita banyak melihat wanita lebih senang bekerja meniti karier di luar rumah, berlomba dengan para kaum adam dalam meraih berbagai kesuksesan dibandingkan dengan keberadaan mereka di rumah mendidik anak, mengerjakan berbagai urusan rumah tangga, dan menuntut ilmu. Mereka menganggap bahwa wanita selalu saja diidentikkan dengan rumah sehingga menjadi sebuah ancaman perampasan hak mereka untuk maju dan berkarya. Emansipasi wanita dan kesetaraan gender, mungkin dua hal inilah yang menjadi alasan banyak wanita untuk membenarkan keputusan mereka berkarier bahwa wanita berhak berdikari dan untuk membuktikan bahwa kaum wanita juga berhak disejajarkan dengan kaum adam. Dua hal inilah yang kini banyak disuarakan para penganut paham feminis.
Sebenarnya, baik wanita maupun laki-laki merupakan manusia dengan seperangkat potensi yang ada dalam dirinya. Mereka dibekali potensi berupa akal dan naluri (untuk beragama, melestarikan keturunan dan mempertahankan diri), serta kebutuhan jasmani sebagai sarana untuk mengabdi kepada Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, diberikan hak dan kewajiban yang sama antara pria dan wanita; seperti kewajiban dalam beribadah, amar makruf nahi mungkar dan sebagainya.
Akan tetapi, ada perbedaan dalam pembebanan hukum (hak dan kewajiban) yang bagi pria dan wanita. Kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada kaum pria, tidak kepada wanita; masalah perwalian juga diserahkan hanya kepada kaum pria. Demikian pula dengan kepemimpinan dalam negara; jabatan kekuasaan ataupun pengaturan urusan umat secara langsung diberikan kepada kaum pria dan diharamkan kepada wanita. Sedangkan masalah kehamilan, penyusuan, pengasuhan anak, serta peran dan fungsi lain sebagai ibu dan pengatur rumahtangga (ummu wa rabbah al-bayt) dibebankan kepada wanita saja dan tidak kepada pria.
Semua pembedaan di atas tidak bisa dipandang sebagai bentuk diskriminasi atau ketidakadilan terhadap kaum wanita. Sebab, jika dicermati, pembedaan tersebut karena memang ada perbedaan tabiat fitri yang dimiliki oleh masing-masing, di samping menyangkut peran dan posisi masing-masing dalam keluarga dan masyarakat. Justru pembedaan ini merupakan cerminan dari ke-MahaAdil-an dan ke-MahaMurah-an Sang Pencipta kepada ciptaanNya; betapa wanita sangat dilindungi dan dijaga kehormatannya. Karenanya, dengan pembedaan ini, pria maupun wanita dituntut untuk saling mengisi dan berbagi dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah, yang semuanya harus bermuara pada tujuan yang sama, yaitu meraih ridha Allah Swt.
Merebaknya paham sekularisme di tengah-tengah kehidupan yang melahirkan kebebasan dan gaya hidup individualis-materialistis rupanya telah memberikan pengaruh besar dan mengkondisikan untuk menerima apapun yang berbau ‘modern’. Wajar jika kemudian, kebahagiaan diukur dengan nilai-nilai yang bersifat duniawi, seperti terpenuhinya sebanyak mungkin kebutuhan jasmani atau sebanyak mungkin materi yang dihasilkan. Akhirnya, para wanita bersaing dengan kaum pria untuk menghasilkan karya dan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya sehingga peran wanita sebagai istri dan ibu sering diabaikan dan dianggap tidak berarti, karena tidak dapat memberikan konstribusi secara ekonomi kepada keluarga.
Para wanita bersaing dengan pria untuk merebut posisi tertinggi dalam suatu pekerjaan, lembaga, bahkan dalam pemerintahan; tanpa mencermati terlebih dulu apakah langkah tersebut diperbolehkan atau tidak oleh Islam. Mereka bangga menjadi seseorang yang mampu memberi konstribusi besar secara materi kepada keluarga. Sebaliknya, mereka nyaris menanggalkan kebanggaannya menjadi seorang Muslimah serta kemuliaannya sebagai istri dan ibu, pengasuh dan pendidik bagi anak-anak dan masyarakatnya.
Wanita diibaratkan sebagai senjata bermata dua, apabila mereka baik dan menunaikan fungsi dasarnya sesuai dengan garis besar yang telah ditetapkan kepadanya, niscaya akan terbangun masyarakat Islam yang teguh memegang agamanya dan berakhlaq mulia. Akan tetapi, apabila wanita menyimpang dari fungsi dasar yang telah digariskan Islam kepadanya, berjalan pada jalur kesesatan dan jauh dari rambu-rambu kebaikan, saat itulah wanita menjadi senjata yang dapat merusak dan menghancurkan suatu masyarakat. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa daripada meniti karier ternyata seorang wanita itu memiliki sebuah kewajiban yang luar biasa besar dan lebih mulia yakni menjadi anak, istri dan ibu yang terbaik untuk keluarganya. Dan sesuatu yang melewati batas fitrah seorang manusia maka itu tidak akan pernah mendatangkan kebaikan walaupun kebanyakan orang menganggap hal itu baik.
Sebenarnya, baik wanita maupun laki-laki merupakan manusia dengan seperangkat potensi yang ada dalam dirinya. Mereka dibekali potensi berupa akal dan naluri (untuk beragama, melestarikan keturunan dan mempertahankan diri), serta kebutuhan jasmani sebagai sarana untuk mengabdi kepada Sang Maha Pencipta. Oleh karena itu, diberikan hak dan kewajiban yang sama antara pria dan wanita; seperti kewajiban dalam beribadah, amar makruf nahi mungkar dan sebagainya.
Akan tetapi, ada perbedaan dalam pembebanan hukum (hak dan kewajiban) yang bagi pria dan wanita. Kewajiban mencari nafkah dibebankan kepada kaum pria, tidak kepada wanita; masalah perwalian juga diserahkan hanya kepada kaum pria. Demikian pula dengan kepemimpinan dalam negara; jabatan kekuasaan ataupun pengaturan urusan umat secara langsung diberikan kepada kaum pria dan diharamkan kepada wanita. Sedangkan masalah kehamilan, penyusuan, pengasuhan anak, serta peran dan fungsi lain sebagai ibu dan pengatur rumahtangga (ummu wa rabbah al-bayt) dibebankan kepada wanita saja dan tidak kepada pria.
Semua pembedaan di atas tidak bisa dipandang sebagai bentuk diskriminasi atau ketidakadilan terhadap kaum wanita. Sebab, jika dicermati, pembedaan tersebut karena memang ada perbedaan tabiat fitri yang dimiliki oleh masing-masing, di samping menyangkut peran dan posisi masing-masing dalam keluarga dan masyarakat. Justru pembedaan ini merupakan cerminan dari ke-MahaAdil-an dan ke-MahaMurah-an Sang Pencipta kepada ciptaanNya; betapa wanita sangat dilindungi dan dijaga kehormatannya. Karenanya, dengan pembedaan ini, pria maupun wanita dituntut untuk saling mengisi dan berbagi dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah, yang semuanya harus bermuara pada tujuan yang sama, yaitu meraih ridha Allah Swt.
Merebaknya paham sekularisme di tengah-tengah kehidupan yang melahirkan kebebasan dan gaya hidup individualis-materialistis rupanya telah memberikan pengaruh besar dan mengkondisikan untuk menerima apapun yang berbau ‘modern’. Wajar jika kemudian, kebahagiaan diukur dengan nilai-nilai yang bersifat duniawi, seperti terpenuhinya sebanyak mungkin kebutuhan jasmani atau sebanyak mungkin materi yang dihasilkan. Akhirnya, para wanita bersaing dengan kaum pria untuk menghasilkan karya dan mendapatkan materi sebanyak-banyaknya sehingga peran wanita sebagai istri dan ibu sering diabaikan dan dianggap tidak berarti, karena tidak dapat memberikan konstribusi secara ekonomi kepada keluarga.
Para wanita bersaing dengan pria untuk merebut posisi tertinggi dalam suatu pekerjaan, lembaga, bahkan dalam pemerintahan; tanpa mencermati terlebih dulu apakah langkah tersebut diperbolehkan atau tidak oleh Islam. Mereka bangga menjadi seseorang yang mampu memberi konstribusi besar secara materi kepada keluarga. Sebaliknya, mereka nyaris menanggalkan kebanggaannya menjadi seorang Muslimah serta kemuliaannya sebagai istri dan ibu, pengasuh dan pendidik bagi anak-anak dan masyarakatnya.
Wanita diibaratkan sebagai senjata bermata dua, apabila mereka baik dan menunaikan fungsi dasarnya sesuai dengan garis besar yang telah ditetapkan kepadanya, niscaya akan terbangun masyarakat Islam yang teguh memegang agamanya dan berakhlaq mulia. Akan tetapi, apabila wanita menyimpang dari fungsi dasar yang telah digariskan Islam kepadanya, berjalan pada jalur kesesatan dan jauh dari rambu-rambu kebaikan, saat itulah wanita menjadi senjata yang dapat merusak dan menghancurkan suatu masyarakat. Dari sini kita dapat mengetahui bahwa daripada meniti karier ternyata seorang wanita itu memiliki sebuah kewajiban yang luar biasa besar dan lebih mulia yakni menjadi anak, istri dan ibu yang terbaik untuk keluarganya. Dan sesuatu yang melewati batas fitrah seorang manusia maka itu tidak akan pernah mendatangkan kebaikan walaupun kebanyakan orang menganggap hal itu baik.
Senin, 11 April 2011
GURUKU
Haris Shaffix-nasyid-
Pernah ku lihat lelah di bola matamu
namun senyum selalu hiasi bibirmu
meredam bara emosiku yang menggebu
tak patuhimu padahal baik bagiku
hoo...hoo...
kau buka mata dan hatiku yang membeku
ku genggam dunia dengan memahami ilmu
dalam tertatih tak pernah kau tinggalkanku
dengan sabarmu ku tau yang ku tak tau
engkau guruku
apa kabarmu
walau dimana berada
semoga berjuta doa untukmu slamanya
*reff
ajari kepakkan sayapku tuk terbang
menuju langit tinggi meraih bintang
kau selalu ku kenang
ooo.......
sluruh pengabdian yang engkau beri
meski ku coba dengan sepenuh hati
tak akan terganti
ooo......
trimakasih oh guruku
kau slalu jadi pahlawanku
*
terimakasih guruku
kau adalah pahlawanku
Pernah ku lihat lelah di bola matamu
namun senyum selalu hiasi bibirmu
meredam bara emosiku yang menggebu
tak patuhimu padahal baik bagiku
hoo...hoo...
kau buka mata dan hatiku yang membeku
ku genggam dunia dengan memahami ilmu
dalam tertatih tak pernah kau tinggalkanku
dengan sabarmu ku tau yang ku tak tau
engkau guruku
apa kabarmu
walau dimana berada
semoga berjuta doa untukmu slamanya
*reff
ajari kepakkan sayapku tuk terbang
menuju langit tinggi meraih bintang
kau selalu ku kenang
ooo.......
sluruh pengabdian yang engkau beri
meski ku coba dengan sepenuh hati
tak akan terganti
ooo......
trimakasih oh guruku
kau slalu jadi pahlawanku
*
terimakasih guruku
kau adalah pahlawanku
Langganan:
Postingan (Atom)